My life my love for ISLAM

My life my love for ISLAM
lets say Alhamdulillah :)

Kamis, 19 Desember 2013

Gangguan Jiwa Neurosis Ansietas




Gangguan Jiwa

A.    Definisi gangguan jiwa
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social.
Mental illness adalah respon mal adaptif terhadap stressor dari lingkungan dalam atau luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu.
Konsep gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku atau psikologi seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia.
Menurut American Psychiatric Association (1994), gangguan mental adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada seseorang dari berhubungan dengan keadaan distress (gejala yang menyakitkan) atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu.
Gangguan jiwa mencakup berbagai keadaan gangguan fungsi mental dan perilaku seseorang seperti :
a.       Psikosis fungsional termasuk skizofrenia; gangguan mood(afek); gangguan aham dan lain-lain.
b.      Psikosis organik
c.       Retardasi mental
d.      Neurosis
e.       Psikosomatis gangguan kepribadian
f.       Ketergantungan
B.     Penyebab timbulnya gangguan jiwa
Penyebab gangguan jiwa bermacam-macam ada yang bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak. Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab terjadinya gangguan jiwa. Gangguan jiwa juga dapat terjadi karena tidak dapat dipenuhinya tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan normal social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan  tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa.
Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macam-macam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebab timbulnya rendah diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi.
Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa seperti yang dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh karena ketidakmampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri.
Adanya gangguan tugas perkembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan takut. Respon orang tua yang mal adaptif pada anak akan meningkatkan stress, sedangkan frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung terusmenerus dapat menyebabkan regresi dan withdral. Disamping hal tersebut banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling mendukung yang meliputi biologis, psikologis, sosial dan lingkungan. Tidak seperti pada penyakit jasmani, sebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada seseorang dapat terjadi penyebab satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Mengetahui sebab gangguan jiwa penting untuk mencegah dan mengobatinya.
Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa dibedakan atas :
a.        Sebab jasmani (biologic)
1.      Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
2.       Jasmani
Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh gemuk (endoform) cenderung menderita psikosa manik depresif, sedangkan yang kurus (ectoform) cenderung menjadi skizofrenia.
3.      Temperamen
Orang yang terlalu peka (sensitif) biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.
4.      Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera (cacat) tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.
b.       Sebab psikologik
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa.
1.       Masa bayi
Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 – 3 tahun, dasar perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat (aman) bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak dikemudian hari akan berkembang kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa aman dan terlindungi. Sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-gesa akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.
2.       Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai dengan 7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia akan mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik diri atau malah menentang dan memberontak. Anak yang tidak mendapat kasih sayang tidak dapat menghayati disiplin tak ada panutan, pertengkaran dan keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak aman. Hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian hari.
3.       Masa anak sekolah
Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmani dan intelektual yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas keluarga. Kekurangan atau cacat jasmani dapat menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau sebaliknya melakukan kompensasi yang positif atau kompensasi negatif. Sekolah adalah tempat yang baik untuk seorang anak mengembangkan kemampuan bergaul dan memperluas sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi, mengekang atau memaksakan kehendaknya meskipun tidak disukai oleh anak.
4.       Masa remaja
Secara jasmani, pada masa ini terjadi perubahan yang penting yaitu timbulnya tanda sekunder (ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian). Sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan yang hebat. Pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba kemampuannya, disuatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak seperti orang dewasa), sedang di lain pihak belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya. Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang berkelompok dan idealis adalah sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja.
5.       Masa dewasa muda
Seorang yang melalui masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan jiwa.
6.       Masa dewasa tua
Sebagai patokan masa ini dicapai apabila status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah diri (pesimis). Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.
7.       Masa tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini. Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmani dan kemampuan sosial ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah pahaman orang tua terhadap orang di lingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya keterbatasan gerak dapat menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat.
c.        Sebab sosio kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung yang menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan “warna” gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.
C.     Tanda dan gejala gangguan jiwa
a.       Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, dan pikiran buruk.
b.      Gangguan kognisi pada persepsi
Merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c.       Gangguan kemauan
Klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d.      Gangguan emosi
Klien merasa senang, gembira yang berlebihan (waham kebesaran), klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi dilain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai dengan ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
e.       Gangguan psikomotor
Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh.
D.    Penanganan gangguan jiwa
a.        Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien.
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya yaitu antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika.
b.      Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy.
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan tercapainya efek terapeutik. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan biokimia di dalam otak (peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan.
c.       Terapi modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1.      Terapi individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2.       Terapi lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
3.      Terapi kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.
4.       Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
5.       Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok dilakukan interaksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal dan mengubah perilaku maladaptif. Terapi Perilaku anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah role model, kondisioning operan, desensitisasi sistematis, pengendalian diri dan terapi aversi atau rileks kondisi.
6.      Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain dapat dikaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.

Ansietas

A.    Definisi ansietas
Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons ( sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); suatu perasaan takut akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya. Ini merupakan sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya yang akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman.
Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas. Kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
B.     Rentang respon kecemasan
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami terhadap perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan berfokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan tingkah laku maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik. Rentang respon kecemasan dapat terlihat pada gambar.


C.     Tingkatan ansietas
Tingkat ansietas sebagai berikut :
a.       Ansietas ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsi atas keadaan yang dialaminya. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b.      Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c.        Ansietas berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, dan disorientasi.
d.      Tingkat panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
D.    Teori kecemasan
Beberapa teori yang dapat menjelaskan ansietas, diantaranya:
a.       Faktor predisposisi
1)      Faktor biologis, otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2)      Faktor Psikologis
Pandangan Psikoanalitik. Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara 2 elemen kepribadian – id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
Pandangan Interpersonal. Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
Pandangan Perilaku. Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
3)      Sosial budaya, ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi. Faktor ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
b.      Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi :
1)      Faktor eksternal
a.       Ancaman terhadap integritas biologi seperti penyakit, trauma fisik, dan menurunnya kemampuan fisiologis untuk melakukan aktifitas sehari-hari
b.      Ancaman terhadap konsep diri dan harga diri seperti proses kehilangan dan perubahan peran, perubahan lingkungan dan status ekonomi.
2)      Faktor internal
a.       Usia, seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih muda mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua usianya.
b.      Jenis kelamin, gangguan panik merupakan suatu gagasan cemas yang ditandai dengan kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami wanita daripada pria. Wanita memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan bahwa wanita lebih peka dengan emosinya yang pada akhirnya juga peka terhadap perasaan cemasnya. Perbedaan ini bukan hanya dipengaruhi oleh faktor emosi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kognitif. Perempuan cenderung melihat hidup atau peristiwa uang dialaminya dari segi detail, sedangkan laki-laki cara berpikirnya cenderung global atau dak detail. Individu yang melihat lebih detail, akan juga lebih mudah dirundung oleh kecemasan karena informasi yang dimiliki lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan perasaanya.
c.       Tipe kepribadian, orang yang berkepribadia A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius dan ingin serba sempurna.
d.      Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa ia tempati.
E.     Sumber Koping
Koping berarti membuat sebuah usaha untuk mengatur keseimbangan psikologis stres. Koping adalah sebuah proses pengaturan yang tetap untuk mengatur permintaan pada pikiran seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi koping yang berhasil.
F.      Mekanisme koping kecemasan
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan timbulnya kecemasan. Ketika mengalami cemas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas yang ringan cenderung tetap dominan ketika kecemasan menghebat. Kecemasan tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius. Sementara kecemasan tingkat sedang dan berat akan menimbulkan dua jenis mekanisme koping, yaitu reaksi yang berorientasi pada tugas dan mekanisme pertahanan ego.
Reaksi yang berorientasi pada tugas merupakan upaya yang secara sadar berfokus pada tindakan untuk memenuhi tuntutan dari reaksi cemas secara realistis sehingga dapat mengurangi cemas dan dapat memecahkan masalah. Dalam hal ini seseorang akan melakukan tindakan untuk mengurangi cemas yang dialami dan untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara berkonsultasi dengan orang yang lebih ahli. Sedangkan mekanisme pertahanan ego merupakan pendukung dalam mengatasi kecemasan baik yang ringan maupun yang sedang. Tetapi jika berlangsung pada tingkat berat dan panik yang melibatkan penipuan diri  dan distorsi realitas maka mekanisme ini merupakan respon maladaptif terhadap cemas.
G.    Respon ansietas
Macam-macam respon ansietas yaitu :
a.       Respon fisiologis
Sistem Tubuh
Respons
Kardiovaskular
Palpitasi
Jantung berdebar
Tekanan darah meningkat
Rasa ingin pingsan
Pingsan
Tekanan drah menurun
Denyut nadi menurun
Pernapasan
Napas cepat
Sesak napas
Tekanan pada dada
Napas dangkal
Pembengkakan pada tenggorokan
Sensasi tercekik
Terengah-engah
Neuromuskular
Refleks meningkat
Reaksi terkejut
Mata berkedip-kedip
Insomnia
Tremor
Rigiditas
Gelisah, mondar-mandir
Wajah tegang
Kelemahan umum
Tungkai lemah
Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan
Menolak makan
Rasa tidak nyaman pada abdomen
Nyeri abdomen
Mual
Nyeri ulu hati
Diare
Saluran perkemihan
Tidak dapat menahan kencing
Sering berkemih
Kulit
Wajah kemerahan
Berkeringat setempat (telapak tangan)
Gatal
Rasa panas dan dingin pada kulit
Wajah pucat
Berkeringat seluruh tubuh

b.      Respon perilaku, kognitif dan afektif
Perilaku
Gelisah
Ketegangan fisik
Reaksi terkejut
Bicara cepat
Kurang koordinasi
Cenderung mengalami cedera
Menarik diri dari hubungan interpersonal
Inhibisi
Melarikan diri dari masalah
Menghindar
Hipersensitivilasi
Sangat waspada
Kognitif
Perhatian terganggu
Konsentrasi buruk
Preokupasi
Pelupa
Salah dalam memberikan penilaian
Hambatan berpikir
Lapangan persepsi menurun
Kreativitas menurun
Produktivitas menurun
Bingung
Sangat waspada
Kehilangan objektivitas
Takut kehilangan kendali
Afektif
Mudah terganggu
Tidak sabar
Gelisah
Tegang
Gugup
Ketakutan
Waspada
Kengerian
Kekhawatiran
Kecemasan
Mati rasa
Rasa bersalah
Malu

H.    Reaksi ansietas
Kecemasan dapat menimbulkan reaksi konstruktif maupun dekstruktif bagi individu, yaitu :
a.    Konstruktif yaitu individu termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan hidup. Contoh : individu yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena akan dipromosikan naik jabatan.
b.  Dekstruktif yaitu individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional. Contoh : individu menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri, tidak mau mengurus sendiri dan tidak untuk makan.